Implementasi POR Inkonsistensi

Salah satu kesimpulan dalam kegiatan sosialisasi penggunaan obat rasional (POR) yang digelar Dinas Kesehatan Kabupaten Majene adalah Implementasi terhadap kebijakan penggunaan obat rasional (POR) belum sepenuhnya dilaksanakan secara konsisten. Sosialisasi digelar di Hotel Yumari, Jumat 27 November 2015.
Kurangnya komitmen dan fasilitasi pemerintah dalam pelaksanaan program POR yang dapat diakibatkan karena keterbatasan anggaran, SDM, Informasi maupun struktur organisasi yang tidak memadai, juga menjadi kesimpulan dalam sosialisasi ini. Hal ini disampaikan pemateri Dra.Hj.Rustia Sy, M.Kes, Apt., yang juga kepala Kefarmasian Provinsi Sulawesi Barat.
Penggunaan obat dikatakan rasional bila :
- Pasien menerima obat yang sesuai dengan kebutuhannya
- Untuk periode waktu yang adekuat
- Dengan harga yang paling murah.
Indikator POR seperti penggunaan antibiotik di Puskesmas terbilang masih tinggi. Bahkan masih ada peresepan lebih dari 1 antibiotik dalam satu resep.
Penggunaan obat sesuai Daftar Obat Efektif Nasional (DOEN) di Puskesmas sudah mengcu DOEN tapi masih terdapat polifarmasi. Polifarmasi didefinisikan sebagai penggunaan bersamaan 5 macam atau lebih obat-obatan oleh pasien yang sama. Namun, polifarmasi tidak hanya berkaitan dengan jumlah obat yang dikonsumsi.
Secara klinis, kriteria untuk mengidentifikasi polifarmasi meliputi :
- Menggunakan obat-obatan tanpa indikasi yang jelas
- Menggunakan terapi yang sama untuk penyakit yang sama
- Penggunaan bersamaan obat-obatan yang berinteraksi
- Penggunaan obat dengan dosis yang tidak tepat
- Penggunaan obat-obatan lain untuk mengatasi efek samping obat.
Indikator kinerja nasional terhadap POR adalah persentase rumah sakin yang mengadopsi DOEN dalam formularium di rumah sakit, jumlah propinsi yang melaksanakan pemberdayaan masyarakat, dan jumlah propinsi yang melaksanakan pergerakan POR.(*)
KOMENTAR